Cari Blog Ini

Laman

Total Tayangan Halaman

Rabu, 14 Oktober 2009

Anggaran pendidikan dalam APBN

Satu lagi kebijakan Pemerintah yang tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 alinea keempat dan pasal 31 ayat 1-5, yaitu dengan memasukkan gaji pengajar kedalam anggaran pendidikan dalam APBN 2009.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi pada Rabu (13/8) memutuskan Pemerintah Pusat dan Daerah harus memenuhi Anggaran Pendidikan 20%. Sejak amandemen ke-4 UUD 1945 pada tahun 2002 yang mengamanatkan kewajiban untuk alokasi anggaran pendidikan minimal 20%, pengalokasian tersebut belum pernah dicapai dalam APBN 2008. Padahal MK pernah mengeluarkan putusan bahwa pemerintah telah melanggar UUD 1945 terkait masalah anggaran pendidikan yang dalam UU APBN, melalui prosedur uji materi sebanyak 4 kali.
Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-Undang APBN tahun Anggaran 2008 bertentangan dengan Konstitusi sebab tidak memenuhi ketentuan 20 persen APBN karena itu Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji Undang-Undang APBN tahun Anggaran 2008 yang diajukan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Meskipun Undang-Undang APBNP 2008 itu bertentangan dengan UUD 1945, untuk menghindari risiko kekacauan dalam penyelenggaraan administrasi keuangan Negara, UU APBNP 2008 tetap berlaku sampai diundangkannya Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2009.
Pada 2009 pemerintah pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 207,413 triliun atau 21% dari total alokasi belanja negara yang besarnya Rp 333,5 triliun. Pemerintah tetap akan mempertahankan rasio anggaran pendidikan sebesar 20% guna meningkatkan kualitas dunia pendidikan di Indonesia. Namun, Pemerintah memangkas anggaran pendidikan hingga Rp 11 triliun untuk tahun 2010.
Hal ini dikatakan oleh Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani dalam acara seminar perancanangan RKP (Rancangan Kerja Pemerintah) 2010 yang bertemakan "Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat" di Kantor Bappenas, Menteng, Jakarta, Rabu (22/4/2009).
"Di 2010 kita akan pertahankan rasio anggaran pendidikan minimal 20% untuk menjalankan amanat undang-undang," katanya.
Pada 2010, total anggaran pendidikan akan mencapai Rp 195,636 triliun atau rasionya 20% dari total alokasi belanja negara di 2010 yang jumlahnya sekitar Rp 330 triliun. Porsi anggaran pendidikan 2010 itu berarti turun hingga Rp 11,777 triliun dibandingkan dengan tahun 2009, seiring dengan berkurangnya belanja pemerintah.
Pagu indikatif anggaran 2010 tersebut terdiri atas komponen anggaran pendidikan melalui pemerintah pusat Rp82,5 triliun dan transfer ke daerah sebanyak Rp113,1 triliun, kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, di Jakarta, Rabu (24/6).
Pada 2010, dana alokasi umum (DAU) pendidikan mencapai Rp 93 triliun, terdiri dari DAU non gaji Rp 8,7 triliun dan DAU gaji Rp 84,5 triliun. Sementara pada 2009, DAU pendidikan 2009 sebesar Rp 97,9 triliun, terdiri dari DAU non gaji Rp 13 triliun dan DAU gaji Rp 84,8 triliun.
"Namun saya heran kenapa di media saya masih melihat adanya sekolah-sekolah yang masih rusak, padahal di 2009 kita sudah sediakan anggaran Rp 9,3 triliun untuk DAK pendidikan yang sifatnya perbaikan fisik sekolah," ujarnya.
Dia meminta agar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk benar-benar memperhatikan kualitas pengeluaran anggarannya sehingga sesuai dengan tujuan.
"Depdiknas dan Depag memang tidak pernah meminta anggaran karena menurut undang-undang dia sudah mendapatkan alokasi anggaran. Tapi jangan hanya ongkang-ongkang kaki karena pasti mendapatkan anggaran. Ini kebiasaan jelek karena quality of spending-nya bisa jelek. Sikap ini harus dihindari," pungkasnya.

• Analisis Masalah
Pada tahun-tahun sebelum anggaran pendidikan mencapai 20% dalam APBN, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan lebih dari 10% diluar gaji guru. Sedangkan pada tahun 2009, Pemerintah mengalokasikan APBN untuk anggaran pendidikan sebesar 20% termasuk gaji guru. Lalu, apa bedanya?
Bila dibandingkan dengan Negara lain, seperti Malaysia, pengalokasian APBN untuk anggaran pendidikan di Indonesia masih terbilang rendah. Malaysia mengalokasikan APBN-nya untuk anggaran pendidikan sebesar 25% sedangkan Indonesia hanya 20% ditambah lagi harus dipangkas dengan gaji pengajar.
Dalam hal ini, Pemerintah telah melakukan pelanggaran terhadap constitutional obligation untuk memenuhi anggaran pendidikan sejumlah minimal 20% pada APBN (dan juga pada APBD masing-masing pemerintah daerah). Selain itu, pemerintah juga telah mengabaikan educational state function yang melekat dalam perannya. Bukannya berusaha untuk memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, pemerintah malah mencoba menyiasatinya dengan membuat sebuah skenario politik melalui permohonan untuk memasukkan elemen gaji guru dan dosen dalam ranah anggaran pendidikan dalam APBN. Secara etika politik pun, pemerintah dapat diklaim dengan bahasa yang ekstrim bahwa ‘pemerintah sudah sangat tak bermoral’.
Keputusan MK tersebut sebenarnya cukup beralasan dengan adanya pembatalan dalam Pasal 49 ayat 1 UU Sisdiknas. Pasal yang memang tidak memasukkan gaji pendidik dari komponen sistem pendidikan nasional. Dalam penilaian MK, bahwa gaji pendidik harus masuk dalam komponen sistem pendidikan nasional. Hal ini merujuk pada Pasal 1 angka 3 UU Sisdiknas. Disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait. Dasar inilah yang dijadikan patokan oleh MK untuk memasukkan gaji guru dalam angaran pendidikan nasional ke depan. Dengan kata lain bahwa harus ada perubahan dalam UU Sisdiknas dalam waktu yang singkat ke depan. Bahkan wakil presiden, M. Jusuf Kalla, menegaskan bahwa gaji guru sebaiknya dimasukkan dalam komponen anggaran pendidikan, sehingga terjadi harmonisasi antara kenaikan anggaran pendidikan dan kesejahteraan guru. Hal ini tidak akan memperbaiki wajah pendidikan di Indonesia yang suram.
Memasukkan gaji pendidik keanggaran pendidikan pasti akan terdapat banyak pemangkasan pada penyaluran dana di pos-pos pendidikan lainnya. Padahal masih banyak permasalahan dalam pendidikan kita. Mulai dari sarana dan prasarana yang kurang hingga sekolah yang masih banyak yang rusak. Maka, masuknya komponen gaji pendidik ke anggaran pendidikan secara otomatis akan memotong anggaran perbaikan sarana dan prasarana.
Belum lagi berbicara tentang anggaran penelitian yang harus berkurang. Saat ini anggaran untuk itu terasa sangat kurang. Imbasnya, pendidikan tidak akan memunculkan siswa yang berkualitas. Berbagai program pengembangan dan inovasi dalam dunia pendidikan kita kian terhambat oleh terbatasnya anggaran dan dana.
Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan gaji guru dan dosen sebagai bagian dari pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD, sarat dengan muatan politis. Akibatnya kini telah terjadi perubahan formulasi secara besar-besaran. Implikasinya adalah tidak hanya anggaran pendidikan yang tidak diprioritaskan, anggaran untuk orang miskin dan daerah tertinggal pun akan diabaikan pemerintah.
Setiap tahunnya, jumlah pengajar di Indonesia terus bertambah. Hal ini akan mengakibatkan alokasi anggaran pendidikan diluar gaji pengajar setiap tahunnya akan menjadi tidak pasti. Selain itu, jumlah anggaran pendidikan diluar gaji pengajar akan semakin berkurang akibat dipotong oleh gaji pengajar yang terus bertambah.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwasannya tenaga pendidik sangat berperan penting dalam menentukan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun pada kenyataannya jika dilihat dalam bidang ketersediaan fasilitas, masih banyak sekolah-sekolah maupun universitas di Indonesia yang tidak memiliki ketersediaan fasilitas standar operasional belajar-mengajar. Seperti yang kita ketahui, masih banyak bangunan-bangunan sekolah di berbagai daerah yang tidak layak pakai. Selain itu, masih banyak pula anak-anak yang putus sekolah akibat tidak adanya ketersediaan dana. Meskipun Pemerintah telah mengoprasionalkan wajib belajar sembilan tahun tapi para pelajar tetap harus mengeluarkan uang mereka untuk membeli buku pelajaran yang setiap tahun berubah akibat dari perubahan kurikulum.
Apabila sistem APBN terhadap anggaran pendidikan ini terus dilaksanakan, maka kondisi pendidikan di Indonesia tidak akan berkembang dengan baik sehingga akan terus terpuruk
Tentunya kita juga menyadari bahwasanya carut-marut dunia pendidikan Indonesia bukan sekedar terletak pada anggaran semata. Namun demikian, kita tidak dapat memungkiri bahwa anggaran pendidikan memegang peranan sangat penting dalam memacu peningkatan mutu dan kualitas di bidang pendidikan. Terlebih lagi, bangsa Indonesia masih belum mampu keluar dari permasalahan mendasar yaitu pemenuhan pendidikan tingkat dasar sebagai fundamental rights setiap warga negara yang telah dijamin secara penuh di dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945.