Cari Blog Ini

Laman

Total Tayangan Halaman

Minggu, 23 Desember 2012


BALANCING COMPETITIVE CHALLENGES AND EMPLOYEE CONCERNS

Today, human resources management is not just the responsibility of the personnel department. If people are a competitive resource, then line managers play an increasingly important role in managing the workforce. But this is not an either/or situation. Rather than seeing line managers take over responsibility from HR managers, we see both groups working together to handle workforce issues. But how do they work together?

Pertanyaan Kasus:
a) Jelaskan mengapa perusahaan harus menyelaraskan strategi bisnis perusahaan, termasuk strategi pengelolaan SDM-nya, dengan harapan pegawai (employee concerns)? Menurut Anda langkah-langkah apa yang perlu dilakukan bagian SDM (HR Department) dan manajer lini perusahaan agar strategi perusahaan dapat diimplementasikan secara efektif!
b) Coba Anda identifikasi peran apa saja yang harus dilakukan oleh Bagian SDM (HR Department) dan peran apa saja yang harus dilakukan oleh manajer lini perusahaan untuk beberapa aktivitas/fungsi SDM berikut ini:
a. Rekrutmen dan Seleksi (Recruiting and Selection);
b. Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development);
c. Kompensasi (Compensation); 
d. Evaluasi Kinerja (Performance Evaluation); dan
e. Hubungan Kerja (Labor Relations).
Menurut Anda apakah ada peran yang tumpang tindih (overlapping) antara apa yang dilakukan oleh bagian SDM dengan manajer lini perusahaan untuk mengelola beberapa fungsi SDM tersebut di atas? Kemukakan pendapat Anda!

Jawaban:
Keselarasan antara perencanaan strategis manajemen SDM, karyawan yang ada dan aktivitas SDM menjadi penting untuk mencapai hasil yang diinginkan serta mampu bersaing secara unggul dari produk yang dihasilkan maupun layanan yang diberikan. Dalam hal ini bagian SDM dan manajer lini perusahaan harus bekerjasama untuk mengimplementasikan strategi SDM agar dapat berjalan dengan efektif. Berikut adalah langkah-langkah dalam penyelarasan harapan pegawai dengan strategi SDM yaitu:
Communicating strategic direction: alat manajemen yang paling penting dalam pelaksanaan perubahan adalah strategi itu sendiri; strategi harus menyajikan informasi yang berkaitan dgn misi, visi & prioritas organisasi di masa depan; strategi ke pendekatan baru untuk orang-orang dalam sebuah organisasi; dalam mengkomunikasikan arah baru, manajer dengan sungguh-sungguh menekankan ke arah positif, mendemonstrasikan kebutuhan untuk berubah dan berharap akan keuntungan dari perubahan.
Menterjemahkan strategi ke dalam tujuan: strategi yang terlalu luas perlu diterjemahkan sesuai dengan tingkatan kinerja unit, kelompok, organisasi dan individu.
Mengubah budaya: harapan tidak hanya dikomunikasikan dalam bentuk visi dan strategi yang ditujukan untul perubahan dalam membangun kinerja, namun manajer juga harus langsung mempengaruhi nilai-nilai, keyakinan dan norma yang berkaitan dengan organisasi dan masyarakat dalam hidup dan tindakan.
Seperti yang dijabarkan oleh Ivancevic (2011: 10-11) mengenai kontribusi manajemen SDM dalam suatu organisasi adalah:
Membantu pencapaian tujuan organisasi
Mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian dan keterampilan yang baik.
Mempersiapkan karyawan yang bermotivasi tinggi dan terlatih.
Meningkatkan kepuasan kerja dan tercapainya aktualisasi diri karyawan.
Membantu tercapainya peningkatan kualitas hidup karyawan.
Memelihara keadilan dan tanggung jawab sosial secara berkesinambungan.
Memberikan arahan yang positif terhadap karyawan untuk mampu bersikap fleksibel.

Kontribusi dan fungsi peranan manajemen sumber daya manusia terwujud dalam pelaksanaan kegiatan aktivitas SDM yang berhubungan satu sama lain dan berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam perencanaa, pelaksanaan, dan pengendalian SDM sebagai berikut:
  1. Perencanaan SDM, merancang kebutuhan SDM dan rancangan pengembangan karir.
  2. Rekrutmen dan seleksi karyawan yang merupakan kegiatan terpenting dalam fungsi manajemen SDM suatu organisasi.
  3. Pengembangan penilaian kinerja, sistem reward dan punishment atau non-reward serta pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan.
  4. Menyusun sistem imbalan kerja dengan kompensasi dan insentif yang sesuai dengan kemampuan organisasi.
  5. Pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja bagi SDM yang terlibat dalam organisasi.

Secara tradisional fungsi HRD adalah melakukan tugas administratif, mulai dari rekrutment (penarikan) yang meliputi perencanaan SDM (human resources planning) analisis jabatan yang akan menghasilkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi jabatan proses seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian prestasi kerja, pemberian kompensasi, serta pembaharuan yang berhubungan dengan pensiun dan pemberhentian kerja. Namun mereka masih belum melakukan hal tersebut di atas dengan pemikiran yang diarahkan kepada bagaimana mereka dapat membuat organisasi lebih kompetitif dan efektif. Menurut Ulrich (1997), ada empat peran baru sumberdaya manusia yang diarahkan untuk dapat membuat organisasi lebih kompetitif dan efektif yaitu:

1. Mitra strategik
Setiap perusahaan pasti memiliki strategi bisnis yang telah dirumuskan dan digariskan. Umumnya strategi bisnis perusahaan ini dibuat dan dirumuskan oleh executive team dimana Human Resource Department/Division (HRD) sebagai salah satu anggotanya. Untuk melaksanakan peran sebagai partner bisnis ini, maka sumber daya manusia harus mampu menciptakan kondisi sebagai berikut : 
a. HRD harus mampu memegang tanggung jawab dalam mendefinisikan dan merumuskan kebijakan mengenai arsitektur perusahaan. Dengan kata lain, HRD harus mampu berperan serta dalam mengidentifikasi, merumuskan dan merencanakan kebijakan mengenai cara-cara perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. 
b. HRD harus mampu bertanggung jawab dalam melaksanakan audit organisasi. Dengan kata lain, HRD harus mampu bersikap kritis dalam membantu pihak manajemen dalam mengidentfikasi dan mendeteksi komponen-komponen mana saja dari perusahaan yang perlu diubah agar dapat mempermudah dalam pelaksanaan/eksekusi strategi perusahaan. 
c. HRD harus mampu mengidentifikasi dan mendeteksi metode yang dapat digunakan untuk merenovasi bagian-bagian arsitektur perusahaan. Dengan kata lain, HRD dapat mengemban tugas dalam mengusulkan, menciptakan dan mengimplementasikan beberapa praktek-praktek manajemen yang terbaik dalam program perubahan budaya (culture) perusahaan, contohnya seperti sistem penilaian karyawan (appraisal) dan penghargaan (reward). 
d. HRD harus mampu merumuskan dan menjalankan pekerjaannya sendiri serta memiliki inisiatif dan prioritas kerja yang jelas, dimana HRD dituntut untuk mampu bekerjasama dengan manajer operasional dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan/inisiatif yang telah dibuat dan dirumuskan. 
Para eksekuitf sumberdaya manusia harus mendorong dan memandu terjadinya diskusi serius tentang bagaimana perusahaan harus diorganisasi untuk melaksanakan strateginya. Dalam hal ini ada langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :
a) HRD harus bertanggung jawab untuk mendefinisikan arsitektur organisasional, malakukan audit organisasional, mengindentifikasi metode untuk merenovasi bagaimana bagian arsitektur organisasional dan mengambil inisiatif dan menyusun prioritas. Peran ini berfokus pada penggabungan strategi dan praktik-praktik sumberdaya manusia dengan strategi bisnis.
b) Para profesional sumberdaya manusia bekerja untuk menjadi mitra strategik, membantu memastikan kesuksesan strategi bisnis. Dengan melakukan peran ini profesional-profesional sumbardaya manuisa meningkatkan kapasitas bisnis untuk melaksankan strateginya. 
c) Penerapan strategi bisnis ke dalam praktik-praktik sumberdaya manusia membantu bisnis dalam tiga cara yaitu: bisnis dapat beradaptasi terhadap perubahan, bisnis dapat memenuhi permintaan pelanggannya dan bisnis dapat mencapai kinerja keuangan melalui pelaksanaan strategi yang lebih efektif.

2. Ahli administratif
Sumberdaya manusia harus memperbaiki efisiensi dari fungsi tradisional mereka dan keseluruhan organisasi. Dalan hal ini membutuhkan professional-profesional sumberdaya manusia yang mendesain dan menghantarkan proses sumberdaya manusia yang efisien untuk staffing, rewarding, training, penilaian, promosi dan pengelolaan lain pekerja melalui organisasi secara efisien. Perbaikan efisiensi ini pada gilirannya akan membangun kredibilitas sumberdaya manusia yang pada gilirannya akan membuka pintu baginya untuk menjadi mitra strategik.
Peningkatan efisiensi dan efektifitas akan mampu membangun kredibilitas HRD sehingga akan mampu berperan secara aktif dalam executive team dan menjadi mitra (partner) dalam membuat, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan perusahaan. Selain itu juga dengan peran dan fungsi ini diharapkan HRD mampu menciptakan kebijakan (policy) bagaimana proses pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dalam perusahaan secara keseluruhan, seperti merancang dan mengimplementasikan suatu sistem yang mampu mempermudah keseluruhan departemen untuk sharing pelayanan administratif (administrative services). 

3. Pejuang pekerja (employee champion)
Sumberdaya manusia harus berbuat lebih banyak secara terus menerus yang dapat meningkatkan komitmen dan kontribusi pekerja. Pada perusahaan-perusahaan dimana modal intelektual menjadi sumberdaya kritis nilai perusahaan, profesional-profesional sumberdaya manusia akan menjadi aktif dan agresif dalam kesuksesan organisasi. Dalam hal ini profesional-profesional sumberdaya manusia harus memahami kebutuhan-kebutuhan pekerja dan memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut telah terpenuhi. Dengan cara ini diharapkan kontribusi pekerja terhadap organisasi akan meningkat.
Selain itu, peran dan fungsi ini berorientasi pada pentingnya meningkatkan moral karyawan (high employee morale) dan bagaimana mencapainya. Meningkatkan moral karyawan dilakukan dengan cara antara lain:
a) penerapan etika bisnis (business ethics) sebagai rule of conduct yang mampu memerankan peranannya menjadi guidelines operasional perusahaan dan secara konsisten dapat membentuk perilaku individu (individual behavior), (Julien and Rieger, 2003),
b) melakukan empowering guna mencapai transaksi yang sinergis antara team dan organisasi agar mampu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan potensi dan moral tim secara komprehensif (Kirkman and Rosen, 2000),
c) menerapkan prinsip-prinsip managing workforce diversity guna menjujung nilai-nilai perbedaan (diversity), keadilan (fairness) dan keterbukaan (openness) sehingga mampu meningkatkan motivasi dan produktifitas kerja karyawan (Schueler and Walker, 1999).
Profesional-profesional sumberdaya manusia juga dituntut untuk mampu mengidentifikasi dan mendeteksi penyebab rendahnya moral karyawan sekaligus sebagai penasihat (advocate),wakil (representative) dan penyambung aspirasi karyawan dalam setiap pembuatan keputusan dan kebijakan oleh pihak manajemen.

4. Agen perubahan
Sumberdaya manusia harus membangun kapasitas organisasional untuk menangkap dan mengkapitalisasi perubahan. Inisiatif perubahan difokuskan pada penciptaan tim yang berkinerja tinggi dalam mengimplementasikan teknologi baru yang dikembangkan dan disampaikan dengan cara dan pada waktu yang tepat. Sebagai agen perubahan, HRD dapat memainkan peran yang lebih spesifik yaitu sebagai shaper of change dimana peran ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a) berpartisipasi dalam team management dan eksternal consultant ketika terjadi perubahan lingkungan bisnis,
b) melakukan pertemuan (meeting) dengan management team guna memvisualisasikan peluang bisnis (business oportunity), menentukan tujuan dan mendiskusikan proses perubahan,
c) melakukan penelitian dan pengamatan terhadap proses perubahan,
d) fokus pada pembentukan kinerja team,
e) memperpendek waktu siklus dalam berinovasi,
f) membentuk nilai-nilai perusahaan (corporate values) dalam memperlakukan (treatment) stakeholder dengan kepercayaan (trust), kebanggaan (dignity) dan kehormatan (respect) dan
g) melakukan perubahan budaya perusahaan melalui empat proses tahapan yaitu (1) mendefinisikan dan memperjelas konsep perubahan budaya, (2) menjelaskan kepada stakeholder betapa pentingnya perubahan budaya bagi kelangsungan dan kesuksesan bisnis, (3) mendefinisikan proses guna mengukur gap kinerja perusahaan saat ini dengan budaya yang baru, dan (4) mengidentifikasi pendekatan alternatif guna menciptakan perubahan budaya.

Kegagalan penerapan strategi sering terjadi bukan karena perumusan strategi yang tidak akurat (inaccuracy) akan tapi lebih dikarenakan strategi tersebut tidak dilaksanakan dengan baik (inactivity). Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak terlaksananya strategi dengan baik yaitu:
  1. Kegagalan para manajer yang tidak mampu mengelola secara efektif proses yang dibutuhkan untuk pelaksanaan perubahan sebagai bentuk realisasi dari strategi;
  2. Kegagalan dalam mengkomunikasikan strategi kepada pihak-pihak yang terlibat agar implementasi strategi dapat berjalan efektif;
  3. Manajer, karyawan dan orang lain yang terlibat dalam melaksanakan strategi kurang memahami alasan untuk perubahan, perubahan apa yang direncanakan dan efek yang mereka harapkan.

Untuk mewujudkan keberhasilan strategi maka tugas manajer atau pimpinan yang paling mendasar adalah mempersiapkan para pegawai untuk menghadapi berbagai perubahan yang dibutuhkan dalam rangka implementasi strategi bisnis organisasi. Manajer tidak dapat mengasumsikan bahwa karyawan telah siap dengan perubahan atau bahkan siap untuk terjadinya perubahan. Manajer harus membantu karyawan menyadari akan kebutuhan untuk peubahan, mengerti apa yang dibutuhkan, mengevaluasi dan menerima implikasi perubahan serta mengambil tindakan yang diperlukan.
Peran manajer sebagai pemimpin adalah kunci untuk melaksanakan perubahan strategi. Peran pemimpin adalah untuk merancang sebuah petunjuk organisasi, mengkomunikasikannya untuk tenaga kerja, memotivasi karyawan, dan mengambil perspektif jangka panjang. Pemimpin beradaptasi dalam perubahan keadaan organisasi yang kompetitif; manajer dapat memainkan peran penting dalam membentuk harapan untuk perubahan. 

Menurut Ivancevich (1999) ada beberapa alternatif pendekatan yang dapat digunakan manajer untuk mengelola rencana perubahan yaitu:
  1. Managing change trough power, manajer mempunyai power dan dapat menggunakannya untuk mendorong karyawan untuk berubah seperti keinginan manajer,
  2. Managing change , perubahan yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu, dan
  3. Managing Change trough Reeducation, implikasinya untuk memperbaiki fungsi-fungsi organisasional. Manajer yang mengimplementasikan program perubahan memiliki komitmen untuk melakukan perubahan fundamental dalam perilaku organiasional.

Sebuah pendapat lainnya yang mencoba memfokuskan pada proses pembelajaran dikemukakan oleh Schaafsma,1997 (dalam Jim Grieves), yang menyatakan bahwa proses sistematis untuk menganalisis proses mengelola perubahan dapat dilakukan melalui middle-manager dengan pendekatan networking. Pendekatan networking untuk perubahan melibatkan kesadaran penggunaan kekuasaan dan dipengaruhi oleh minat kelompok yang berbeda-beda dalam suatu proses siklus. Tugas yang harus dilakukan manajer dalam memfasilitasi proses perubahan dengan pendekatan networking adalah sebagai berikut:
  1. manajer mengembangkan skills dan pengetahuan sebagai fasilitator perubahan untuk membangun konsensus diantara jaringan kerja,
  2. skills dan pengetahuan manajer memerlukan deal dengan kesuksesan atau kegagalan dalam proses perubahan, dan
  3. karena ketidakpastian ditemukan pada isu-isu utama maka manajer harus deal dengan faktor persepsi yang mempengaruhi cara orang dalam membuat suatu keputusan.

Akar permasalahan untuk semua organisasi adalah sama yaitu manajer dan karyawan memandang perubahan dengan cara yang berbeda. Para manajer level atas memandang perubahan sebagai kesempatan untuk memperkuat bisnis dengan menyesuaikan operasi dengan strategi dan meningkatkan karir. Sedangkan bagi kebanyakan karyawan termasuk manajer menengah perubahan dianggap mengganggu dan mengacaukan keseimbangan. Untuk menutup kesenjangan ini para manajer pada semua level harus belajar melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda-beda. Para manajer harus memahami seperti apa perubahan organisasi yang dikehendaki dan meneliti personal compact atau ikatan personal antara karyawan dengan organisasi. Bila manajer/pimpinan tidak berusaha mendefinisikan istilah-istilah baru dan membujuk karyawan untuk menerimanya, tidaklah realistis bagi manajer mengharapkan karyawan terlibat sepenuhnya dalam proses perubahan, yang ingin mengubah status quo.

Personal compact dapat menghambat perubahan karena tidak ada penyelarasan antara pernyataan manajer senior dengan praktik dan sikap manajer level bawah dan bawahan-bawahannya. Namun personal compact dapat diperbaiki melalui tiga fase yaitu: pimpinan menarik perhatian tentang perlunya perubahan, pimpinan memulai suatu proses dimana karyawan mampu merevisi compact yang baru dan pimpinan memiliki komitmen dengan aturan-aturan formal dan informal yang baru. Apapun wacana budayanya, bila perbaikan personal compact tidak diperlakukan sebagai bagian terpadu dalam proses perubahan maka organisasi tidak dapat mencapai sasarannya yaitu kondisi yang ideal.

Menurut Anda apakah ada peran yang tumpang tindih (overlapping) antara apa yang dilakukan oleh bagian SDM dengan manajer lini perusahaan untuk mengelola beberapa fungsi SDM tersebut di atas? Kemukakan pendapat Anda!
Menurut saya, tidak ada peran yang tumpang tindih antara apa yang dilakukan oleh bagian SDM dengan manajer lini perusahaan.
  1. Rekrutmen dan Seleksi (Recruiting and Selection). Dalam hal rekrutmen dan seleksi, manajer lini bertugas untuk mendefinisikan dan menjabarkan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk setiap tenaga kerja yang dibutuhkan. Sedangkan bagian SDM menyusun program rekrutmen yang sistematis dan terpadu yang berhubungan dengan kegiatan SDM lain dengan kerjasama antara manajer lini dan karyawan dan bertugas melakukan rekrutmen dan penyeleksian sesuai dengan kriteria yang telah dijabarkan oleh manajer lini.
  2. Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development). Pengadaan pelatihan dan pengembangan merupakan tanggung jawab bagian SDM. Namun hal tersebut dibantu oleh manajer lini sebagai fasilitator.
  3. Kompensasi (Compensation). Pembagian kompensasi kepada karyawan merupakan tugas dan tanggung jawab bagian SDM. Namun, dalam menentukan besarnya kompensasi ditentukan bersama dengan manajer lini dalam kebijakan yang sistematis.
  4. Evaluasi Kinerja (Performance Evaluation). Kegiatan evaluasi di laksanakan oleh bagian SDM, namun dalam memberikan penilaian terhadap kinerja karyawan tergantung dari sistem evaluasi yang digunakan. Jika persahaan termasuk ke dalam perusahaan baik, maka evaluasi kinerja dilakukan melalui berbagai arah, yaitu dari atasan ke bawahan, dari bawahan ke atasan, dan dari karyawan dengan jabatan yang sama. Namun jika persahaan tradisional, maka evaluasi dilakukan hanya oleh atasan ke bawahan, dalam hal ini adalah para manajer. Hasil dari evaluasi akan digunakan oleh bagian SDM untuk menentukan kompensasi, pelatihan yang dibutuhkan, perencanaan dan pengembangan karir, dan lain-lain. 
  5. Hubungan Kerja (Labor Relations). Bagian SDM berperan penting dalam mendefinisikan dan merumuskan kebijakan mengenai arsitektur perusahaan. Bagian SDM juga bertugas merancang berbagai kegiatan dan peraturan yang dapat meningkatkan hubungan kerja antar karyawan. Dalam hal ini, manajer lini bertugas untuk menerapkan dan mengkomunikasikan kebijakan tersebut serta menunjukkan pemikiran yang positif dari kebijakan tersebut. Manajer lini juga bertugas untuk membangun keakraban dan efektifitas dalam hubungan kerja untuk meningkatkan kerja sama antar karyawan.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat terlihat bahwa tidak ada peran yang tumpang tindih antara apa yang dilakukan oleh bagian SDM dengan manajer lini perusahaan. Justru terlihat bahwa mereka saling melengkapi, sehingga strategi perusahaan dapat berjalan secara efektif.



DAFATAR PUSTAKA

Andayani, Eva.  Sap-10 Human Resource Strategy.
Ambarwati, Sri Dewi Ari. 2003. Mengelola Perubahan Organisasional: Isu Peran Kepemimpinan Transformasional Dan Organisasi Pembelajaran Dalam Konteks Perubahan. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 2, No. 8: 155-176. 
Ellitan, Lena. 2002. Praktik-Praktik Pengelolaan Sumber Daya Manusia dan Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 4, No. 2: 65 – 76.
Mujarudin, Wahyu. Perubahan Peran Dan Transformasi   Fungsi Sumber Daya Manusia Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility.
Nurhayati, Siti Fatimah. 2001. Analisis Implementasi Peran Sumberdaya Manusia Sebagai Mitra Strategik, Ahli Administratif, Employee Champion, dan Agen Perubahan: Studi Pada Top Companies Di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 1, No. 6: 1-20.
Widodo, Iman. 2011. Analisis Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Perusahaan Mebel PT. Jansen Indonesia). Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Tidak ada komentar: