Cari Blog Ini

Laman

Total Tayangan Halaman

Minggu, 23 Desember 2012

PERSEPSI DAN PERSPEKTIF



PERSEPSI

“Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita” Robert A.Baron dan Paul B. Paulus
per•sep•si /persépsi/ n 1 tanggapan (penerimaan) langsung dr sesuatu; serapan: perlu diteliti -- masyarakat thd alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak; 2 proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya; 
me•mer•sep•si•kan v membuat persepsi tt: kewajiban seorang atasan akan menonjol jika bawahan ~ atasannya sbg orang yg memikirkan dan memperjuangkan kepentingan bawahan. 
Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. 

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan persepsi-persepsi yang dipengaruhi oleh asumsi – asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dikemukakan oleh sekelompok peneliti yang berasal dari Universitas Princenton seperti Adelbert Ames, Jr, Hadley Cantril, Edward Engels, William H. Ittelson dan Adelbert Amer, Jr. Mereka mengemukakan konsep yang disebut dengan pandangan transaksional (transactional view). Konsep ini pada dasarnya menjelaskan bahwa pengamat dan dunia sekitar merupakan partisipan aktif dalam tindakan persepsi.

Para pemikir transaksional telah mengembangkan sejumlah bukti yang meyakinkan bahwa persepsi didasarkan pada asumsi. Salah satu yang paling menonjol, yang ditemukan oleh Adelbert Amer, Jr., disebut monocular distorted room. “Ruangan dibangun sedemikian rupa sehingga dinding belakang berbentuk trapesium, dimana jarak vertikal ke atas dan ke bawah pada sisi kiri dinding lebih panjang daripada jarak vertikal ke atas dan ke bawah pada sisi kanan dinding. Dinding belakang terletak pada suatu sudut, sehingga sisi kiri terlihat lebih jauh ke belakang dari pada sisi kanan. Jika seorang pengamat berdiri di depan ruangan dan mengamati melalui sebuah lubang kecil, maka ruangan akan terlihat seperti sebuah ruangan yang benar – benar membentuk empat persegi panjang. 

Jika dua orang berjalan melalui ruangan dan berdiri pada sudut belakang, maka sesuatu yang menarik akan terjadi. Bagi si pengamat yang melihat melalui sebuah lubang, salah satu orang yang berada di sisi kanan akan terlihat sangat besar karena orang ini berada lebih dekat dengan si pengamat dan memenuhi keseluruhan ruangan antara lantai dan langit – langit. Sedangkan orang yang berada di sisi kiri akan terlihat sangat kecil karena berada jauh dari si pengamat. Ilusi ini terjadi karena pikiran si pengamat mengasumsikan bahwa dinding belakang parallel dengan dinding depan ruangan. Asumsi ini berdasarkan pengalaman terdahulu yang menggunakan ruangan – ruangan lain yang mirip. Ilusi ini akan semakin kuat apabila dua orang yang berada di sudut yang berbeda tersebut saling bertukar tempat, maka salah satu akan terlihat lebih besar dan yang satunya lagi terlihat lebih kecil tepat di depan mata si pengamat ”(www.Britannica.com).

Teori Persepsi Hubungan

Teori hubungan adalah usaha ketika individu-individu mengamati perilaku untuk menentukan apakah hal ini disebabkan secara internal atau eksternal.

Jalan Pintas Dalam Menilai
1. Persepsi selektif
Persepsi selektif adalah menginterpretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman, dan sikap seseorang.
2. Efek halo
Efek halo adalah membuat sebuah gambaran umum tentang seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik. Ketika membuat sebuah kesan umum tentang seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik, seperti kepandaian, keramahan, atau penampilan, efek halo sedang bekerja. Kenyataan akan efek halo diperkuat dalam sebuah penelitian, yaitu saat para pelaku diberi daftar sifat seperti pandai, mahir, praktis, rajin, tekun, dan ramah, kemudian diminta untuk mengevaluasi individu dengan sifat-sifat tersebut diberlakukan. Ketika sifat-sifat itu digunakan, individu tersebut dinilai bijaksana, humoris, populer, dan imajinatif. Ketika daftar yang sama dimodifikasi diperoleh serangkaian persepsi yang sama sekali berbeda.
iPod, salah satu contoh efek halo. Produk ini memberikan persepsi terhadap produk apple lainnya

Perbedaan persepsi dengan sensasi

Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Misalnya meja yang terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja.
Sebaliknya persepsi memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis, saat otak mendapat stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu tulisan menjadi jelek.

Jenis-Jenis Persepsi
Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.
1. Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan memengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
2. Persepsi auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
3. Persepsi perabaan
Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
4. Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.
5. Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.

Catatan kaki
Asch, S. E. (Inggris) "Forming Impressions of Personality," Journal of Abnormal and Social Psychology, Juli 1946, hal. 258-290.
Bjorklund, D.V (2000) (Inggris) Children's Thinking: Developmental Function and individual Differences. 3rd Ed. Belmont, CA : Wadsworth, hal. 2-13
Kelley, H. "Attribution in Social Interaction," Attribution, Morristown, NJ: General Learning Press, 1972, hal. 7-10
Murphy, K. R. (Inggris) "Is Halo a Property of a Rater, the Ratees, or the Specific Behaviors Observed?" Journal of Applied Psychology, Juni 1992, hal. 494-500.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.htm
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat, 2007, hal. 174-184.


PERSPEKTIF

per•spek•tif /pérspéktif/ n 1 cara melukiskan suatu benda pd permukaan yg mendatar sebagaimana yg terlihat oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); 2 sudut pandang; pandangan; 

-- gelombang Ling pandangan dari sudut satuan kompleks bahasa sbg wujud yg bergerak, yg mempunyai bagian awal, inti, dan bagian akhir; pandangan dinamis; -- medan Ling pandangan dr sudut satuan bahasa sebagaimana satuan itu berhubungan dng yg lain dl suatu sistem atau jaringan; pandangan relasional; -- partikel Ling pandangan dr sudut satuan bahasa sbg unsur yg lepas; pandangan statis. 

Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara tertentu, dan cara-cara tersebut berhubungan dengan asumsi dasar yang menjadi dasarinya, unsur-unsur pembentuknya dan ruang lingkup apa yang dipandangnya. Perspektif membimbing setiap orang untuk menentukan bagian yang relevan dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk dipandang secara rasional. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa perspektif adalah kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu.

Dalam konteks sosiologi juga memiliki perspektif yang memandang proses sosial didasarkan pada sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang melingkupi proses sosial yang terjadi. 

Dalam mengamati perubahan ekonomi, politik dan sosial, para teoritisi menggunakan berbagai label dan kategori teoritis yang berbeda untuk menggambarkan ciri-ciri dan struktur masyarakat lama yang telah runtuh dan tatanan masyarakat baru yang sedang terbentuk. Misalnya F. Tonnnies menggunakan istilah Gemeinschaft dan Gesellschaft, Emil Durkheim mengamati dengan solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Herbet Spencer melihatnya dengan kategori masyarakat militer dan industri serta August Comte mengujinya dengan tiga tahap perkembangan yaitu tahap teologis, metafisik dan positif atau ilmiah.

Pada perkembangan selanjutnya terdapat empat perspektif dalam sosiologi yang akan dipaparkan dalam tulisan ini yaitu :

1. Perspektif Struktural Fungsional
Tokoh-tokoh perpektif ini yang dikenal luas antara lain: Talcot Parsons, Neil Smelser.
Ciri pokok perspektif ini adalah gagasan tentang kebutuhan masyarakat (societal needs). Masyarakat sangat serupa dengan organisme biologis, karena mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar masyarakat dapat melangsungkan keberadaannya atau setidaknya berfungsi dengan baik. Ciri dasar kehidupan sosial struktur sosial muncul untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan merespon terhadap permintaan masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Asumsinya adalah ciri-ciri sosial yang ada memberi kontribusi yang penting dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau subsistem utama dari masyarakat tersebut. Pemahaman seperti ini dalam pandangan Talcot Parsons menghantarkan kita untuk memahami masyarakat manusia dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia.
a. Struktur tubuh manusia memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu sama lain.
b. Oleh karena setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut. Functional imperative menggambarkan empat tugas utama yang harus dilakukan agar masyarakat tidak mati yaitu :
Adaptation to the environment. Contoh lembaga ekonomi
Goal attainment. Contoh pemerintah bertugas untuk mencapai tujuan umum
Integration. Contoh : lembaga hukum, dan lembaga agama 
Latentcy. Contoh : keluarga dan lembaga pendidikan bertugas untuk usaha pemiliharaan.

Analogi dengan tubuh manusia mengakibatkan Parsons merumuskan konsep keseimbangan dinamis-stasioner, jika satu bagian tubuh manusia berubah maka bagian lain akan mengikutinya. Demikian juga dengan masyarakat, masyarakat selalu mengalami perubahan tetapi teratur. Perubahan sosial terjadi pada satu lembaga akan berakibat perubahan di lembaga lain untuk mencapai keseimbangan baru.
Berikutnya Parsons merumuskan konsep faktor kebakuan dan pengukur (pattern variables) untuk menjelaskan perbedaan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern. Faktor kebakuan dan pengukur ini menjadi alat utama untuk memahami hubungan sosial yang berlangsung berulang dan terwujud dalam sistem kebudayaan. Faktor tersebut adalah :
Affective vs Effective-Neutral
Masyarakat tradisional cenderung memiliki hubungan yang pribadi dan emosional, sedangkan masyarakat modern memiliki hubungan kenetralan yaitu hubungan kerja yang tidak langsung dan menjaga jarak.
Particularistic vs Universalistic
Masyarakat tradisional cenderung untuk berhubungan dengan anggota masyarakat dari kelompok lain sehingga ada rasa untuk memikul tanggungjawab bersama. Masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas norma-norma universal yang pribadi
Collective vs Self Orientation
Masyarakat tradisional biasanya memiliki kewajiban-kewajiban  kekeluargaan, komunitas dan kesukuan. Masyarakat modern  lebih bersifat individualistic
Ascription vs Achievement
Masyarakat tradisional memandang penting status bawaan dan warisan, masyarakat modern tumbuh dalam persaingan yang ketat dan dinilai melalui prestasi
Functional Difused vs Functionally Specific
Masyarakat tradisional belum merumuskan fungsi kelembagaan secara jelas. Masyarakat modern sudah jelas merumuskan tugas kelembagaannya.

Dari sejumlah asumsi dasar tersebut maka secara esensial pendekatan ini mengkaji kehidupan sosial manusia sebagai berikut :
a) Masyarakat merupakan sistem yaang kompleks yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain, serta setiap bagian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya.
b) Setiap bagian dari suatu masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi dalam memelihara eksistensi dan stablitas masyarakat secara keseluruhan.
c) Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya yaitu mekanisme yang dapat merekatkanya menjadi satu. Mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaann dan nilai yang sama.
d) Masyarakat cenderung mengarah pada suatu keseimbangan (equilibrium) dan gangguan pada salah satu bagiannya cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercipta harmoni atau stabilitas.
e) Perubahan sosial merupakan kejadian yang tidak biasa dalam masyarakat, tetapi bila itu terjadi, maka perubahan itu pada umumnya akan membawa kepada konsekuensi-konsekuensi yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.


2. Perspektif Konflik
Manusia membuat sejarah; sejarah yang kita buat selalu terjadi dalam suasana interaksi dengan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang keberadaannya diciptakan dalam acuan interaksi sosial. Karena itu beberapa pemikir melihat interaksi sosial sebagai mekanisme yang mengerakan perubahan, terutama menggerakan konflik. Beberapa tokoh seperti Ibnu Khaldun, Karl Marx, Vilfredo Pareto melihat jalannya sejarah didorong oleh konflik antar manusia.

Perhatian manusia terhadap konflik telah tercermin dalam literatur kuno. Max Weber menyatakan perang antar dewa di zaman kuno bukan hanya untuk melindungi kebenaran nilai-nilai kehidupan sehari-hari, tetapi juga keharusan memerangi dewa-dewa lain, sebagai komunitas mereka juga berperang dan dalam peperangan inipun mereka harus membuktikan kemahakuasaan mereka. Sebagai contoh dalam mitologi Yunani mengenal Ares dewa perang yang dibenci oleh dewa-dewa lain karena sifatnnya yang kejam, saudara perempuannya Eris adalah dewi percekcokan yang gemar bertengkar dan berperang. Rekannya dari Romawi adalah Mars dan Discardia.

Sejumlah pengamat politik dan sosial lain menekankan pentingnya konflik dalam kehidupan manusia; antara lain Polybius sejarawan Romawi, Khaldun, Machiavelli, Jean Bodin dan Thomas Hobbes.

Konflik antar kepentingan diri sendiri dan kepentingan sosial meliputi karya Adam Smith, temuan Charles Darwin yang menyatakan bahwa “Yang kuatlah yang paling beruntung dalam perjuangan mempertahankan hidup.” Ide Darwin diterapkan pada tatanan sosial dalam ideologi sosial Darwinisme, yang mula-mula menerapkannya adalah Herbert Spencer dan WG Summer. Mereka menyatakan apa yang kemudian diakui sebagai landasan pembenaran ilmiah bagi taktik bisnis yang kejam dari kapten industri abad 19. Para kapten industri adalah anggota masyarakat yang terkuat dan orang yang kurang mampu yang tidak cakap harus menerima nasib mereka demi kesejahteraan masyarakat.

Jadi, evolusi sosial dibayangkan sejalan dengan evolusi biologis. Orang yang mampu bertahan hidup terbukti adalah orang yang terkuat. Di Amerika abad 19, kapten industri adalah mereka yanng terkuat, pemenang dari perjuangan keras untuk mempertahankan hidup dalam dunia bisnis. Pandangan tersebut yang kemudian mendasari asumsi bahw evolusi sosial dan kultural sepenuhnya adalah hasil dari konflik antar kelompok.

Perang antar kelompok dapat disamakan dengan perjuangan untuk mempertahankan hidup dan yang terkuatlah yang menang dalam kehidupan sosial. Kebencian yang besar dan yang melekat antar kelompok, antar ras dan antar orang yang berbeda menyebabkan konflik tak terelakan. Penaklukan dan pemuasan kebutuhan melalui pemerasan tenaga kerja dan ditaklukan merupakan tema besar sejarah manusia.

Vilfredo Pareto melukiskan sejarah sebagai perjuangan memperebutkan kekuasaan yang tak berkesudahan, kelompok dominan berusaha memelihara dan mempertahankan kedudukannya; kekuatan adalah faktor terpenting dalam mempertahankan stabilitas, kekerasan mungkin diperlukan untuk memulihkan keseimbangan sosial jika keseimbangan itu terganggu. Kekerasan tidak memerlukan pembenaran moral, karena kekerasan mempunyai kualitas pembaharuan membebaskan manusia untuk mengikuti ketentuan tak rasional dari sifat bawaannya sendiri.

Albion Small dan Lester Ward menegaskan bahwa setiap jenis struktur apakah inorganik, organik atau sosial diciptakan oleh interaksi kekuatan-kekuatan yang bersifat antagonis. Interaksi demikian merupakan hukum universal dan hukum itu berarti bahwa struktur terus menerus berubah, mulai dari tingkat primordial yang sangat sederhana hingga ke tingkat kedua yang lebih rumpil.

Berbeda dengan pandangan Pareto, Ward tidak menghubungkan konflik antar kelompok dengan kebencian bawaan tetapi lebih disebabkan pelanggaran tak terelakkan oleh satu kelompok atas hak dan wilayah kelompok lain. Dari konflik antar kelompok ini munculah negara dan konflik antar negara memperbesar efisiensi sosial dan meningkatkan peradaban.

Menurut Dahrendorf, konflik sosial mempunyai sumber struktural yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial, dengan kata lain konflik antar kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan yang ada.

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perspektif ini memiliki proporsi sebagai berikut :
a) Setiap masyarakat dalam segala hal tunduk pada proses perubahan; perubahan sosial terjadi dimana saja.
b) Setiap masyarakat dalam segala hal memperlihatkan ketidaksesuaian dan konflik; konflik sosial terdapat dimana saja.
c) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan kontribusi terhadap perpecahan dan perubahannya
d) Setiap masyarakat berdasarkan atas penggunaan kekerasan oleh sebagian anggotanya terhadap anggota yang lain.

Sumber :
http://PERSPEKTIF%20SOSIOLOGI%20«%20Agus%20Setiaman.htm

Tidak ada komentar: